RSS

Menginginkan
Mempernahkan
Mengalami
Melatihkan
Mempelajari
Mencari

War (perang)

WAR (PERANG) karya Putu Wijaya

SATU:
LAYAR PUTIH BESAR SUDAH TERENTANG DI DEPAN PENONTON DALAM POSISI MENJURAI KE DEPAN. DI BAGIAN KANAN AGAK KE BAWAH ADA JENDELA LAYAR YANG BISA DIBUKA DAN DITUTUP KEMBALI, TEMPAT PEMAIN KELUAR-MASUK.
ADA DUA BUAH LAMPU SOROT. DI BELAKANG LAYAR DAN DI DEPAN LAYAR UNTUK MEMBENTUK BAYANGAN. DI SAMPING LAMPU ITU MASING-MASING ADA SEBUAH PROYEKTOR UNTUK SLIDE YANG AKAN MELEMPARKAN GAMBAR-GAMBAR KE ATAS LAYAR BAIK DARI DEPAN MAUPUN BELAKANG LAYAR. DI BAGIAN ATAS BELAKANG LAYAR BERDERET LAMPU NEON PUTIH, UNTUK MENCIPTAKAN BAYANGAN HITAM PUTIH BAGI PEMAIN YANG RAPAT KE LAYAR. SEDANG DI BAGIAN DEPAN ATAS LAYAR BERDERET LAMPU NEON ULTRA UNTUK MEMBERIKAN WARNA UNGU KE BAGIAN ATAS LAYAR. BILA ADEGAN BERLANGSUNG DI DEPAN LAYAR.
DIPERLUKAN DUA BUAH GUN SMOKE DI BAGIAN KIRI-KANAN DEPAN PANGGUNG.
DI DEPAN PANGGUNG DI BAGIAN ATAS, MELINTANG BONEKA PUTIH BERUKURAN RAKSASA MENEMPEL KE PLAFON ATAS, SEPERTI MELAYANG MEMPERHATIKAN APA YANG SEDANG TERJADI PADA PENONTON. BONEKA ITU TIDAK MEMILIKI WAJAH.

KETUKAN PERTAMA:
Ketukan pertama tanda bagi para pemain di belakang layar agar bersiap-siap serta
mengambil posisinya.
KETUKAN KEDUA:
Lampu auditorium padam semua. Asap disemburkan ke atas layar putih. Suaranya yang mendengus itu diikuti oleh suara angin yang menyeramkan, menderu-deru. Ada terasa suasana akan terjadi sesuatu yang dahsyat. Tapi tak seorang pun yang tahu.

TRik

TRIK
monolog oleh: Putu Wijaya

(khusus untuk Peksiminas 10 naskah bisa diketatkan sampai 30 menit)

Aku ditanya oleh seseorang, apakah kau masih bangga menjadi orang Indonesia? Tanpa berpikir lagi aku menjawab, singkat, tegas lugas.
Tidak.
Ah, Apa? Bangga atau tidak?
Aku ulangi menjawab lebih pasti:
Tidak!
Ada wartawan, entah karena kurang sumber berita, entah karena halaman korannya kurang iklan, entah karena mau cari gara-gara, supaya bisa merebut perhatian pembaca, mencegatku ketika pulang dan bertanya: Ada kabar burung, apa betul Ente tidak bangga lagi menjadi orang Indonesia?
Tidak menunggu lagi dia mengulang pertanyaannya, aku jawab secara jantan: tidak! Dan ketika dia mengulangi pertanyaannya untuk meyakinkan aku, apa sebenarnya inti dari yang ditanyakannya, aku tak menunggu lagi dia komplit bicara. Langsung saja kusergap: tidak, tidak dan tidak! Wartawan itu manggut-manggut sambil tersenyum.

Siapa

SIAPA
monolog oleh
Putu Wijaya
DEMONSTRASI SEDANG BERLANGSUNG DI JALANAN. ADA DUA BELAH PIHAK YANG SEDANG BERTENTANGAN SAMA-SAMA TURUN KE JALAN. SEMENTARA PETUGAS KEAMANAN SIAP SEGALA UNTUK MENJAGA SEMUA KEMUNGKINAN. SETIAP SAAT BISA TERJADI BENTROKAN YANG BERDARAH. MEDIA MASSA SUDAH BERSIAP-SIAP UNTUK MENGABADIKAN. SEORANG WARGA (BISA LELAKI BISA PEREMPUAN) BERJALAN KEBINGUNGAN, SEPERTI BENDA ASING YANG TERJEPIT DI UJUNG SENJATA YANG AKAN MELETUS. DIA TAKJUB MEMPERHATIKAN SEKITARNYA DAN MENGGUMAN.

Aku berjalan menuju ke gedung MPR, di mana sedang dilaksanakan Sidang Istimewa. Aku tidak bermaksud untuk meliput apa yang terjadi di gedung itu. Aku juga tidak bermaksud untuk melakukan demo kontra SI. Tidak juga untuk menjadi pendukung untuk mengamankan SI, apa yang disebut pengamanan swa karsa. Aku hanya seorang warganegara abu-abu, yang tidak memilih hitam atau putih. Bukan karena aku ingin bersikap. Tetapi karena aku bingung, tidak memiliki pemahaman yang gamblang, karena informasi yang sampai ke otakku hanya separuh-separuh.

Dokter

Dokter
By Putu Wijaya
 
FADE IN

PROLOG
Banyak yang tidak bisa diatasi oleh ilmu kedokteran. Bagaimana pembuahan di luar rahim, dalam bayi tabung, dipastikan akan menumbuhkan janin ketika dicangkok ke rahim ibu? Virus influenza, HIV, flue burung sampai sekarang masih dicari obatnya. Di luar itu masih ada musuh bayangan yang ampuh: dukun. Seperti kata Dokter John Manansang yang malang-melintang di belantara Boven Digul, masyarakat pedalaman cenderung menunda pergi ke dokter, karena lebih dulu mau konsultasi ke dukun.

Kalau yang sakit sudah sekarat, baru dibawa ke Puskesmas. Biasanya pasien parah langsung diinfus, sehingga ketika maut tiba, masyarakat cenderung melihat jarum infuslah yang sudah membunuh. Sulit menjelaskan kalau sudah ajal, tanpa diinfus atau tidur di hotel bintang lima, manusia tetap mati.

Demokrasi

DEMOKRASI
Monolog
Karya:
Putu Wijaya

(DAPAT DIMAINKAN OLEH LELAKI MAUPUN PEREMPUAN) SEORANG WARGA DESA YANG TANAHNYA KENA GUSUR MEMBAWA PLAKAT BERISI TULISAN DEMOKRASI. SETELAH MEMANDANG DAN PENONTON SIAP MENDENGAR, IA BERBICARA LANGSUNG
Saya mencintai demokrasi. Tapi karena saya rakyat kecil, saya tidak kelihatan sebagai pejuang, apalagi pahlawan. Nama saya tak pernah masuk koran.  Potret saya tak jadi tontonan orang. Saya hanya   berjuang di lingkungan RT gang Gugus Depan. Di RT yang saya pimpin itu, seluruh warga pro demokrasi. Mereka mendukung tanpa syarat pelaksanaan demokrasi. Dengan beringas mereka akan berkoar kalau ada
yang anti pada demokrasi.