RSS

Menginginkan
Mempernahkan
Mengalami
Melatihkan
Mempelajari
Mencari

AUT


AUT  
monolog
oleh:   Putu Wijaya    


 Di tengah jalan, seseorang menegurku tiba-tiba. Hee, masih ingat tidak, katanya dengan mata bersinar-sinar. Aku terperengah. Kemudian mencari-cari dalam gudang kepala, catatan-catatan dan lepitan ingatan.Tapi orang itu tak aku kenal. Lalu aku tersenyum minta maaf.  Dia menyebutkan sebuah nama, langsung aku kejar, tapi tak ketemu. Dia menyebutkan sebuah nama yang rasa-rasa sering keluar-masuk telinga, tapi ternyata tak pas betul dengannya Dia menyebutkan lagi sebuah peristiwa yang menarik, menarik sekali, aku kenal peristiwa itu, tapi, aku tak ikut mengalaminya. Aneh juga  Lalu dia membuka topinya. Kepalanya botak. Mukanya jadi lucu tanpa topi. Ia menjadi orang lain yang mengingatkan aku kepada raksasa gundul yang selalu kalah dalam wayang. Aku tak bisa menahan rasa geli, ya, sekarang hampir, hampir terpegang, tetapi kemudian ternyata bukan lagi.

Ini bukan Harjo yang berasal dari Yogya. Lalu aku menggeleng.  Orang itu terkekeh-kekeh, dia senang melihat aku lupa. Dia menggeleng-geleng tetapi belum menyerah. Senyumnya masih panas. Lalu dia mengejapkan mata, seakan-akan teringat oleh sesuatu. Kemudian ia memberi isyarat supaya aku sabar.  Ia bersandar ke tembok toko lalu membuka sepatunya. Kaos kakinya dobel tapi kedua-duanya bolong.
Ia melirik, seakan-akan mengingatkan aku pada kenangan bersama. Aku langsung teringat pada Budi yang selalu memakai kaos kaki bolong.Tetapi orang ini bukan Budi.  Karena aku masih tersesat dalam keterangannya yang bertubi-tubi itu, ia mulai kelihatan putus-asa. Kecewa, sedih dan agaknya juga curiga kalau-kalau aku tak berterus terang.
Dengan agak masam kemudian ia membuka kaos kakinya.  Samar-samar aku disengat bau busuk.Tetapi karena tak ingin menyinggung, aku tahan saja. Mungkin bau itu akan menolongku untuk menembus kenangan yang sudah membeku. Tapi kemudian aku terpaksa memalingkan muka karena tak tahan. Dua buah jari kaki orang itu putus. Ia tertawa, merasa berhasil memojokkan aku pada kenangan yang dimaksudnya. Aku jadi ngeri.  Dalam kepalaku muncul Bang Satria yang buntung tangannya karena kecelakaan. Muncul Nyeneng yang putus kakinya. Muncul Lanus, pengemis di kota kelahiranku yang putus seluruh bagian bawah badannya.Tapi sungguh mati, aku belum pernah melihat dua jari kaki yang putus. Orang ini pasti tak kukenal. Dia keliru.  Aku menggeleng,lalu hendak melanjutkan perjalanan.Tapi orang itu cepat memegang tanganku. Ia buru-buru mengeluarkan dompet, lalu menunjukkan sebuah potret. Seorang wanita yang sedang memegang kelapa.Tapi potret itu biasa sekali. Berjuta-juta wanita seperti itu di dunia. Tidak mmenyimlan kisah apa-apa.  Aku mulai curiga. Ini mungkin orang gila, karena potret seperti itu sama sekali tak akan mungkin mengingatkan kepada seseorang.  Aku menggeleng. Dia menyerahkan dompet itu, supaya aku perhatikan lebih dekat. Aku menolak. Kemudian dia sendiri, mengeluarkan potret lain dari bawah potret wanita itu.Sekarang potret seekor anjing. Aku langsung menggeleng. Orang itu terkejut, lalu buru-buru melihat sendiri potret itu. Kemudian ia tertawa ngakak, lalu menoleh seperti minta maaf, langsung memasukkan potret itu. Kemudian ia mengeluarkan potret lain. 


apakah naskah Monolog ini menarik hatimu??Download naskah lengkap