RSS

Menginginkan
Mempernahkan
Mengalami
Melatihkan
Mempelajari
Mencari

Tampilkan postingan dengan label Endik Koeswoyo. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Endik Koeswoyo. Tampilkan semua postingan

Sebelum Gerimis Tiba


Sebelum Gerimis Tiba

Oleh: Endik Koeswoyo 

Hari ini, ketika langit sedikit redup dengan awannya yang menutup sebagian sinar matahari, Dita memilih diam sambil menatap lalu-lalang teman-temannya yang hendak segera pulang. Dinding kantor satpam kecil itu menjadi pilihannya untuk bersandar sambil menuggu jemputan. Beberapa teman yang menyapanya hanya diberikan sahutan kecil, senyum atau anggukan kepala.
“Dit, gue anter yuk!” Yogi tersenyum manis di atas motornya.
“Makasih deh Gi, gue nunggu nyokap aja! Udah janji nich!” Dita memandang alroji kecil kesayangannya.
“Serius nggak mau gue anter?” Yogi menawarkan untuk kedua kalinya.
“Iya, makasih.” Dita tersenyum kecil.
Yogi membalas senyuman itu sambil berlalu, meningglakan Dita yang masih bersandar pada posisi yang sama. Sesaat kemudian suasana hening, hiruk-pikuk itu telah lanyap seakan di telan bumi hanya dalam hitungan menit. Tidak ada lagi tawa, tidak ada lagi deru kendaraan juga tidak ada sapaan yang didengarnya. Dita bertahan dengan kesendiriannya. Pak Karmin satpam sekolahan itu tampak

Setangkai Bunga Batu

Setangkai Bunga Batu
Oleh: Endik Koeswoyo
Kabut itu telah lama menyelimutiku yang menatapnya dari sekian menit yang lalu. Tidajk juga rasa dingin ini mengusik kulitku yang setengah telanjang. Gemuruh air itu tidak juga membuatku menoleh padanya.
Setangkai bunga batu itu dipegangnya. Matanya yang bening belum juga tertuju padaku. Suaranya hanya terdengar samar-samar dari tempat dudukku ini. Mendung seakan turun dan menjarah lamunan yang kukumpulkan sejak pagi tadi.
Tiba-tiba dia menghilang entah kemana, aku berdiri. Mengamati tempat itu dengan mata yang semakin kulebarkan. Memasang telinga untuk mencari suaranya yang berdendang. Namun tetap saja sepi, aku hanya bisa duduk kembali. Menempati posisi semula, ya…aku hanya bisa merebahkan tubuh letih ini diatas bongkahan batu besar itu. Masih bingung dengan menghilangnya dia, aku melihat se-ekor kelinci putih yang sepertinya dia menghampiriku. Aku tersenyum, lalu menangkapnya, meletakkannya dipangkuanku sambil membiarkannya menguyah rumput hijau itu.
Sepertinya kelinci itu suka padaku, dari gerak telinganya aku tau dia bahagia. Sebatang rokok yang kunyalakan beberapa menit yang lalu telah mati. Tapi kemana gadis itu, gadis dengan bunga batu ditanganya. Ingin rasanya aku bertanya pada kelinci kecil itu, tapi dia tidak akan bisa bicara.Hanya bisa mencari dan mencari lagi tanpa tau dari mana datangnya tadi.
Seorang perempuan tua berlari kerahku, dari langkah tergopohnya itu aku tau dia sedang bingung.
“Mas, tolong mas…!”
:Ada apa Bu?”
“Nyonya muda pingsan!”
Aku segera berlari mengikuti wanita itu, menuju

Aku dan bunga dalam mimpi

Aku dan bunga dalam mimpi
Oleh: Endik Koeswoyo
Sore itu, kulihat Mas Jon tergopoh-gopoh masuk kedalam rumah setelah memarkir mobilnya digarasi. Aku hanya memperhatikan saja dari halaman sambil tetap menyirami bunga-bunga kesayanganku. Ada yang aneh pada suamiku, dia tidak mencium keningku seperti biasanya, dia tidak memberikan tas kerjanya padaku, dia juga tidak menghampiriku dihalaman ini seperti biasanya, apa dia sedang ada masalah dikantornya?
“Dek…kesini sebentar!”
Aku mendengar dia memanggilku, lalu aku masuk setelah mematikan kran air.
“Ada apa Mas?”
“Kamu lihat kartu nama dokter Hendra dilaci ini tidak?”
Dia mengaduk-ngaduk laci meja diruang kerjanya itu, sepertinya ada sesuatu yang mengganjal, atau mungkin juga sesuatu yang dicarinya itu sangat berarti.
“Itu, didalam kotak putih diatas meja!”
Aku menunjuk sebuah kotak dari plastik diatas meja, kebetulan aku kemarin sempat menelpon dokter Hendra, karena dokter itu yang selalu menjadi tumpuhanku