RSS

Menginginkan
Mempernahkan
Mengalami
Melatihkan
Mempelajari
Mencari

Demokrasi

DEMOKRASI
Monolog
Karya:
Putu Wijaya

(DAPAT DIMAINKAN OLEH LELAKI MAUPUN PEREMPUAN) SEORANG WARGA DESA YANG TANAHNYA KENA GUSUR MEMBAWA PLAKAT BERISI TULISAN DEMOKRASI. SETELAH MEMANDANG DAN PENONTON SIAP MENDENGAR, IA BERBICARA LANGSUNG
Saya mencintai demokrasi. Tapi karena saya rakyat kecil, saya tidak kelihatan sebagai pejuang, apalagi pahlawan. Nama saya tak pernah masuk koran.  Potret saya tak jadi tontonan orang. Saya hanya   berjuang di lingkungan RT gang Gugus Depan. Di RT yang saya pimpin itu, seluruh warga pro demokrasi. Mereka mendukung tanpa syarat pelaksanaan demokrasi. Dengan beringas mereka akan berkoar kalau ada
yang anti pada demokrasi.
Dengan gampang saya bisa mengerahkan mereka untuk maju demi mempertahankan demokrasi. Semua kompak kalau sudah membela demokrasi.
MENGACUNGKAN PLAKATNYA .
Demokrasi!
TERDENGAR SERUAN WARGA BERSEMANGAT MENYAMBUT:
DEMOKRASI!
Demokrasi!
SERUAN LEBIH HANGAT LAGI:
Demokrasi!
SERUAN GEGAP GEMPITA: DEMOKRASI! IA MENURUNKAN PLAKAT
Bener kan? Hanya salahnya sedikit, tak seorang pun yang benar-benar mengerti apa arti demokrasi.
MENIRUKAN SALAH SEORANG WARGANYA.

2
.
"Pokoknya demokrasi itu bagus. Sesuatu yang layak diperjuangkan sampai titik darah penghabisan. Sesuatu yang memerlukan pengorbanan besar. Sesuatu yang menunjang suksesnya pembangunan menuju ke masyarakat yang adil dan makmur. " kata mereka.
Saya kira itu sudah cukup. Saya sendiri tak mampu menerangkan apa arti demokrasi. Saya tidak terlatih untuk menjadi juru penerang. Saya khawatir kalau batasanbatasan saya tentang demokrasi akan disalahgunakan. Apalagi kalau sampai terjadi perbedaan tafsir yang dapat menjadikannya kemudian bertolak belakang. Atau mungkin, karena saya sendiri tidak benar-benar tahu apa arti demokrasi. Pada suatu kali, Rt kami yang membentang sepanjang gang Gugus Depan dapat kunjungan petugas yang mengaku datang dari kelurahan. Pasalnya akan diadakan pelebaran jalan, sehingga setiap rumah akan dicabik dua meter. Petugas itu menghimbau, agar kami, seperti juga warga yang lain, merelakan kehilangan itu, demi kepentingan
bersama.
MENIRUKAN PETUGAS.
“Walaupun hanya dua meter, tapi sumbangan saudara-saudara sangat penting artinya bagi pembangunan dan kepentingan kita bersama di masa yang akan datang. Atas nama kemanusiaan kami harap saudara-saudara mengerti.” 
NAMPAK BINGUNG.
Warga kami tercengang. Hanya dua meter? Kok enak saja ngambil dua meter, demi pembangunan. Pembangunan siapa? Bagaimana kalau rumah kami hanya enam meter kali empat. Kalau diambil dua meter kali enam, rumah hanya akan cukup untuk gang. Kontan kami tolak. Bagaimana bisa hidup dalam gang dengan rata-rata 5 orang anak?
Tidak bisa itu tidak mungkin!
"Tapi ini sudah merupakan keputusan bersama," kata petugas tersebut.
Kami semakin tercengang saja. Bagaimana mungkin membuat keputusan bersama tentang rumah kami, tanpa rembukan dengan kami. Seperti raja Nero saja. "Soalnya masyarakat di sebelah sana, "lanjut petugas itu sambil menunjuk ke kampung di sebelah, "mereka semuanya adalah karyawan yang aktif pabrik tekstil.
Semua memerlukan jalan tembus yang bisa dilalui oleh kendaraan. Dengan difungsikannya gang Gugus Depan ini menjadi jalan yang tembus kendaraan bermotor, mobilitas warga yang hendak masuk ke pekerjaan atau pulang akan lebih cepat. Itu berarti efesiensi dan efektivitas kerja. Mikrolet dan bajaj akan bisa masuk. Itu akan merupakan sumbangan pada pembangunan. Dan pembangunan itu akan dinikmati juga oleh kampung di sebelahnya, karena sudah diperhitungkan masak-masak." 
Diperhitungkan masak-masak bagaimana? Kami tidak pernah ditanya apa-apa? Tanah ini milik kami, bantah saya.

Silahkan download naskah lengkap disini...