RSS

Menginginkan
Mempernahkan
Mengalami
Melatihkan
Mempelajari
Mencari

Markus


MARKUS 
monolog 
Putu Wijaya  

LAMPU MENDADAK MENYALA 
Ketika mendengar aku mengutuk-utuk “markus”, tiba-tiba tetangga di sebelah itu langsung berkoar-koar. Suaranya lantang dan menantang. “Tapi kalau Tuhan mengizinkan, saya akan tarik anak saya dari sekolahnya di luar negeri. Biar dia di rumah saja jadi ‘markus’!” Aku tercengang.

Dia tertawa mengejek. “Anda masih ingat tidak, di masa lalu, semua orang bercita-cita ingin jadi pegawai negeri. Alasannya ada jaminan pensiun. Kalau menyekolahkan anak tujuannya hanya tiga: jadi dokter, insinyur atau mister. Mister in de Rechten kemudian turun pamor karena gelar Mr. diganti jadi sarjana hukum Kedengaran kampungan. Sekarang kalau tidak terpaksa orang ogah jadi pegawai negeri. Ngapain mati berdiri! Tujuan pembelajaran sudah beda.


Dunia berubah. Hari gini, masak kita masih makan tai. Sekolah itu bukan untuk mengantongi pengetahuan, bukan untuk memelet gelar, tapi mengasah ketrampilan. Bukan zamannya lagi kita mati-matian mempertaruhkan harta-benda untuk membiayai anak sekolah. Itu kuno. Kita sekarang berburu rezeki! Apa yang bisa meningkatkan keahlian , supaya laku, jadi duit, itu baru diburu. Jadi pemain bola, jadi penyanyi, artis, pelawak atau caleg. Jadi saya putuskan saya akan tarik anak saya pulang untuk jadi markus! Makelar kasus! Maaf kalau kita beda, Pak!” Aku terpaksa mengangguk. Tapi bukan setuju. Aku hanya mau menghindarkan bentrokan.

“Ya itu terserah, ini kan negara demokrasi, orang bebas berpendapat!” “Habis, kenapa tidak, Pak! Daripada jadi orang jujur, tapi kena gusur, lebih baik jadi jahat sekalian. Kalau duit banyak kan bisa kebal hukum. Yahhhh kalau toh ditangkap, itu resiko. Masuk penjara sebentar, tidak apa, hitung-hitung pengalaman, malah jadi selebriti masuk tv. Keluar-keluar, duit masih ada. Nama juga tidak ada masalah, sebab orang yang keluar penjara masih bisa pegang jabatan dan jadi pemimpin. Ya nggak, Pak? Sorry kalau kita berbeda!” Aku tidak membantah. Bukan karena setuju. Hanya tidak mau bertengkar.
Untuk apa?
“Ya, sebenarnya itu terserah pada masing-masing saja.” “Tapi Anda pasti tidak setuju kan? Kenapa? Apa salahnya untuk terang-terangan mengakui apa sebenarnya yang kita inginkan. Kenapa mesti ditutup-tutupi. Ketidakjujuran dipelihara, karena ingin diakui sebagai manusia baik? Itu yang sudah bikin masyarakat kita kacau. Semua orang mengaku-ngaku alim, menjunjung tinggi hukum, memperjuangkan keadilan dan kebenaran, berbakti kepada masyarakat, berbakti kepada negara dan bangsa. Ah taek itu semua. Buktinya mana?! 

Silahkan download naskah selengkapnya disini...