KROCO
monolog
Putu
Wijaya
KROCO
TERTIMBUN KORAN SAMBIL NONTON TELEVISI, LALU SAMBAT
Nilai
rupiah baru saja menguat di sekitar 11 ribu selama hampir satu minggu. Tetapi
para pengamat ekonomi langsung berkoar. Jangan terlalu cepat tertawa. Itu bukan
tanda rupiah bebas dari demam berdarah, itu angin segar dari perbaikan harga
Yen. Pasang-surut rupiah sudah dikonsumsi oleh politik, mereka pakai senjata
untuk menunjukkan kepercayaan luar negeri sudah mulai pulih. Padahal kalau
memang pulih, mengapa investor mancanegara tak kujung nongol.
Gombal! Di depan mata para pakar ekonomi, situasi
ekonomi di tanah air sudah di tepi jurang kebangkrutan. Di depan 200 juta
rakyat yang sudah megap-megap dikunyah taring gila sembako, menganga kawah
Candradimuka. Lutut pun langsung lemes, semangat bertahan amburadul. Iman
hancur. Hidup tak berguna diteruskan, karena akan lebih sakit dari mati.
Tapi para tokoh politik malah jor-joran
memproduksi partai. Mereka melirik rakyat dari layar televisi dengan informasi
yang tak kurang seremnya. Segala langkah sudah salah. Semua upaya serba
tanggung. Tak ada lagi yang bisa dipercaya di atas dunia. Masa depan neraka,
buat apa disongsong. Setiap gerak berarti kesakitan.
Lalu
apa tidak lebih baik lari, tapi ke mana? Sudahi sekarang segalanya, sebelum
hati diiris-iris. Para pakar dari semua
desiplin, bergantian menyanyikan kecemasan, kekhawatiran, prasangka,
kecurigaan, ketakutan dan ramalan-ramalannya yang mendirikan bulu roma. Mereka
sudah putus-asa, sinis, berang dan menghujat segala kebobrokan, kesalahurusan,
kecurangan ketimpangan dan penindasan terhadap kemanusiaan yang sudah terlalu
biadab.
Ya
Tuhan, semuanya terasa begitu benar, begitu nyata, begitu tak terbantah. Hidup
di Indonesia sekarang adalah pesta ketakutan. Karnaval kekhawatiran terhadap
kesadisan. Semua berlomba urun pemikiran dan penafsiran atas kejadian yang
sedang berlangsung. Makin serem, makin dahsyat, makin menakutkan, seperti
semakin benar. Makin panik, makin tak berdaya, makin putus asa rakyat, seperti
membuat cerita itu terasa semakin berbobot. Makin bingung, semakin panik para
pendengar, semakin terasa kejituan para ahli tersebut dalam menyimak. Bukan lagi kelangkaan sembako yang ditakuti,
tetapi cerita para ahli. Bukan lagi kesulitan hidup yang menyakitkan, tetapi
jalan pikiran bagaimana nasib setiap orang akan berakhir. Bukan lagi hidup yang
mencemaskan tetapi ancaman-ancaman cerita dasri televisi dan koran yang makin
menyeramkan itu. Aku lantas panik.
Silahkan Download naskah lengkapnya jika menarik hatimu...