RSS

Menginginkan
Mempernahkan
Mengalami
Melatihkan
Mempelajari
Mencari

Patung Kekasih

Karya SIMON HATE

PEMATUNG MUDA

PEMATUNG TUA

SRINTIL

WANITA PERTIWI

KACUNG

BABAK I

Studio seorang pematung.
Sesuatu pemandang yang tak selesai: beberapa peralatan disebuah pojok, beberapa patung jadi dan beberapa patung lainnya yang terbengkalai, tata warna kusam – namun siap untuk menggalami perubahan setiap saat. Menuju keremangannya, dari arah depan lurus panggung, muncul perlahan-lahan Wanita Pertiwi. ( entrance ) Kostumnya, rambutnya yang panjang bergerai, matahari wajahnya dan ruh yang menjadi rahasia matanya, serta keseluruhannya — memancarkan alam. Pada sebuah kursi, di pusat panggung, ia berhenti dan duduk menghadap punggung panggung. Ia mematung, tetapi seseorang akan menjadi sangat dungu apabila berani menyangganya sebagai benar-benar patung.

Tiba-tiba, muncul dari stu sudut panggung, Pematung Muda. (entrence) Pematung Muda baru berani sedikit mencuri pandang ke Wanita Pertiwi tatkala sudah berada ditempat yang terbebas dari wajah Wanita Pertiwi.

PEMATUNG MUDA

Pasti saudara-saudara menyesal kenapa ia tidak menghadapkan wajahnya kearah saudara-saudara!tapi justru bersyukurlah, karena apabila sempat saudara-saudara menatap matahari wajahnya serta roh yang menjadi rahasia matanya
saudara-saudara akan tiba-tiba menjadi penyair!
Lihatlah : ia duduk mematung.
Tetapi seseorang akan menjadi sangat dungu apabila berani menyangganya sebagai benar-benar patung.
Ia, untuk waktu seperti yang tak terbatas, diam saja menatapi ruang hampa, dan sekedar seserpih senyumannya saja cukuplah untuk menyodorkan segala nomer musik, puisi, kembang, atau langit semesta, yang membuat kita tergagap karena merasa terkepung.
Hm. Edan! Saudara-saudara tahu sendiri: sayapun telah menjadi seorang penyair remaja!

Tiba-tiba terdengar benturan kecil dua benda keras. Pematung muda bergeser ke satu sisi yang aman. Ternyata Pematung Tua muncul dengan membawa alat pahat. (entrance)
Seperti tak ada siapa-siapa diruangan itu, ia mondar-mandir, tanpa kata, seperti mempersiapkan sesuatu. Kemudian terbatuk-batuk, dan hilang kebalik panggung. (exit)
Pematung Muda meruang lagi. Langkah gontai. Gerak-gerik kurang menentu. Wajahnya memancarkan banyak hal sekaligus : gairah dan cita-cita amat tinggi, keputusasaan, apatisme.

PEMATUNG MUDA

Baiklah. Supaya saya tidak dianggap pencuri disini sebaiknya saya memperkenalkan diri.
Saya: seorang pematung. Paling sedikit: calon pematung. Atau kalau masih terasa masih kurang jujur: minimal cita-cita saya adalah menjadi seorang pematung.
Tetapi hal ini langsung menyangkut satu hal yang amat menjadi beban hidup saya, bahkan menindih kepal saya dari hari ke hari.
Yakni bahwa penghalang utama cita-cita saya itu adalah Bapak saya sendiri : seorang pematung terkenal yang saya amat benci sekali:

Memang sama sekali tidak enek kedengarannya tapi lebih tidak sedap lagi untuk mengalaminya: sakit, perih, merangsang rasa putus asa.
Maaf saudara-saudara kalau saya mengeluh tetapi yakinlah bahwa saya bukan anak durhaka yang suka menceritakan keburukan-keburukan Bapak sendiri: seorang lelaki yang filsafat hidupnya bejat, yang moralny moral ayam, air ludahnya terdiri dari ramuan lender borok dan air kencing setan, yang eksploitator! Yang penindas!—
Tidak saudara-saudara. Saya bukan anak didik iblis meskipun kata-kata saya memang mengandung nyala api.

Akan tetapi cobalah, cobalah pandang Wanita Pertiwi ini!cobalah pandang baik-baik. Saya akan sangat kagum pada saudara-saudara, sebab saya sendiri tak akan pernah berani sedetikpun menatapnya. Bahkan rasanya sejak beribu tahun yang lalu dan sampai abad-abad yang akan dating, tetap saya tak akan tak kecut memandangnya.
Maafkan kalau saya memakai kata-kata yang biasanya diucapkan oleh mulut para penyair. Tapi yakinalah bahkan Shakespeare dan Darmawulan tak kan mampu menciptakan puisi yang keindahnnya bias menandingi keagungan Wanita Pertiwi ini.
Cobalah pusatkan diri saudara-saudara, bulatkan roh dan mantapkan sukma. Kalau pikiran saudara-saudara sedang berlari kesana kemari, cobalah tarik kembali. Kalau sukma saudara-saudara sedang pecah dan tercecer-cecer, himpun kembali ia. Kemudian siapkan seluruh kebulatan dari saudara-saudara untuk menatapnya! Dan menerima anugrah dari keagungannya! Ayo coba, coba…

Tanpa sepengetahuan Pematung Muda, Wanita Pertiwi bangkit pelan-pelan, dan beringsut pergi, lenyap kebalik panggung. (exit) (dalam suatu progresi yang amat lembut).

PEMATUNG MUDA

Cukup saudara-saudara! Cukup! Jangan terlalu lama memandangnya, supaya terhindar dari akibat-akibat yang bisa berbahaya!
Sekarang, anggap ia tak pernah ada. Saya berdoa kepada Tuhan, semoga saudara-saudara diperkenankan sungguh-sungguh mengetahui apa yang sebenarnya duduk dengan anggun ini. Soalnya, terus terang saja, bahkan para Malaikat belum tentu mampu melukiskan keindahnya.

O ya – saya akan membuka sebuah rahasia! Tapi jangan bilang-bilang. Saudara-saudara, pengarang naskah lakon ini diam-diam menuliskan suatu gambaran tentang Wanita Pertiwi ini, tetapi tidak dipaparkan kepada kita.
Mungkin karena ia merasa cemburu, atau paling tidak ia pasti ingin memonopoli keindahan yang maha dasyat ini buat  dirinya sendiri.
Itu biasa tidak ada seniman yang tak egois. Tapi dengarlah, saya akan buka kedoknya! Begini saudara-saudara, pengarang yang tak kawin-kawin itu , melukiskan dengan hati berdebar-debar:

Apkah Naskah ini menarik hatimu???Silahkan Download Naskah Lengkap dibawah!!