RSS

Menginginkan
Mempernahkan
Mengalami
Melatihkan
Mempelajari
Mencari

War (perang)

WAR (PERANG) karya Putu Wijaya

SATU:
LAYAR PUTIH BESAR SUDAH TERENTANG DI DEPAN PENONTON DALAM POSISI MENJURAI KE DEPAN. DI BAGIAN KANAN AGAK KE BAWAH ADA JENDELA LAYAR YANG BISA DIBUKA DAN DITUTUP KEMBALI, TEMPAT PEMAIN KELUAR-MASUK.
ADA DUA BUAH LAMPU SOROT. DI BELAKANG LAYAR DAN DI DEPAN LAYAR UNTUK MEMBENTUK BAYANGAN. DI SAMPING LAMPU ITU MASING-MASING ADA SEBUAH PROYEKTOR UNTUK SLIDE YANG AKAN MELEMPARKAN GAMBAR-GAMBAR KE ATAS LAYAR BAIK DARI DEPAN MAUPUN BELAKANG LAYAR. DI BAGIAN ATAS BELAKANG LAYAR BERDERET LAMPU NEON PUTIH, UNTUK MENCIPTAKAN BAYANGAN HITAM PUTIH BAGI PEMAIN YANG RAPAT KE LAYAR. SEDANG DI BAGIAN DEPAN ATAS LAYAR BERDERET LAMPU NEON ULTRA UNTUK MEMBERIKAN WARNA UNGU KE BAGIAN ATAS LAYAR. BILA ADEGAN BERLANGSUNG DI DEPAN LAYAR.
DIPERLUKAN DUA BUAH GUN SMOKE DI BAGIAN KIRI-KANAN DEPAN PANGGUNG.
DI DEPAN PANGGUNG DI BAGIAN ATAS, MELINTANG BONEKA PUTIH BERUKURAN RAKSASA MENEMPEL KE PLAFON ATAS, SEPERTI MELAYANG MEMPERHATIKAN APA YANG SEDANG TERJADI PADA PENONTON. BONEKA ITU TIDAK MEMILIKI WAJAH.

KETUKAN PERTAMA:
Ketukan pertama tanda bagi para pemain di belakang layar agar bersiap-siap serta
mengambil posisinya.
KETUKAN KEDUA:
Lampu auditorium padam semua. Asap disemburkan ke atas layar putih. Suaranya yang mendengus itu diikuti oleh suara angin yang menyeramkan, menderu-deru. Ada terasa suasana akan terjadi sesuatu yang dahsyat. Tapi tak seorang pun yang tahu.

KETUKAN KETIGA:
Setelah ketukan ketiga, dari arah penonton tersengar suara wanita.
PEMBAWA ACARA
masuk tergopoh-gopoh sambil sambil mengucapkan selamat datang dan permohonan maaf karena ia sudah terlambat. Begitu sampai di panggung, ia langsung ditangkap oleh lampu sorot di depan panggung. Wajahnya cantik. Ia memakai pakaian yang wah. Di tangannya ada kertas acara. Ia mengibas-ngibaskan asap yang membuatnya batuk, sambil memberi komentar kenapa mesti harus pakai asap, seperti tidak percaya diri pada kemampuan permainan membawa suasana. Lalu ia memberikan tegur-sapa basa-basi, sambil mencoba membuat lelucon untuk menarik simpati penonton.

Lampu ultra di bagian depan atas layar menyala. PEMBAWA ACARA itu kemudian mencoba menjelaskan apa kira-kira isi tontonan yang akan disaksikan oleh penonton. Ia mulai membaca teks yang dibawanya meskipin tampaknya ia sudah hapal di luar kepala. Setelah beberapa lama membaca, kemudian ia berbicara langsung kepada penonton.
PEMBAWA ACARA:
(SUARANYA MULA-MULA TENANG PERLAHAN-LAHAN)
Dunia terus-menerus dilanda peperangan. Berbagai alasan orang untuk berperang. Antara lain untuk mengejar dan mempertahankan kedamaian itu sendiri. Seakan-akan perang adalah jalan satu-satunya yang kemudian yang ditempuh untuk melestarikan perdamaian. Dengan sendirinya perdamaian jadi selalu menjauh, karena hanya dalam gagasan saja manusia memuja damai, pada prakteknya manusia lebih banyak berperang.
(MULAI LANTANG DAN TIDAK LAGI MEMBACA)
Upaya melaksanakan peperangan berkembang pesat. Peralatan yang semula hanya ada dalam cerita rekaan, menjadi nyata. Kekuatan negara diukur dari kemampuannya dalam berperang. Damai sendiri kian menjauh dari kehidupan nyata menjadi semacam dongeng. Meskipun jarak yang diukur itu, membuat orang gencar berlomba menyayangi, merindukan lalu membuat mimpi-mimpi muluk tentang perdamaian, tetapi praktis damai tetap hanya sebuah ilusi. Setiap kali perang pecah, mimpi tentang damai itu dengan mudah terlupakan, seakan-akan dia milik dan kewajiban orang lain.
(NADANYA MENJADI SEMACAM PROVOKASI)
Manusia takut peperangan, tetapi berperang dengan sangat enthusias. Medan peperangan yang haus darah, melahirkan kepahlawanan yang memungkinkan segala yang tak mungkin dalam keadaan damai. Nasib seperti begitu gampang diubah, tak usah lagi menjalani proses dan kompetisi yang menyebalkan seperti di masa damai. Hukum bukan lagi segala-galanya tapi sekadar tongkat pembantu, bukan kompas yang membawa manusia ke masyarakat adil yang memperlakukan manusia setara.
(LAYAR PUTIH MULAI BERGERAK BEREAKSI)
Penderitaan akibat peperangan selalu dirasakan olek kedua belah pihak. Di dalam ephos Mahabharata, perang saudara antara keluarga Bharata telah membunuh dan menyengsarakan kedua belah pihak. Yang menang dan yang kalah sama-sama luka dan bersimbah air mata. Perang pun hadir sebagai momok yang amat menakutkan. Herannya, semakin mengerikan, semakin peperangan dipilih sebagai jalan, untuk merebut yang didambakan dari tangan yang disebut sebagai: lawan.
(MUSIK MULAI MENDERAM-DERAM)
Sementara ini sudah banyak sekali perundingan dan perserikatan bangsa-bangsa menjadi “calo” resmi untuk memimpin dunia pada perdamaian. Tetapi rasa keadilan yang lebih memihak negara-negara adikuasa, menyebabkan semua itu hanya slogan yang indah. Pada kenyataannya, tudak pernah ada upaya untuk membuat damai menjadi magnit yang menghisap perhatian manusia. Bahkan damai cenderung dihindari lantaran merepotkan akibat diikuti oleh keteraturan dan pembatasan-pembatasan kebebasan. Seakan-akan dengan damai orang akan menjadi sekelompok manusia yang kalah, loyo dan malas dalam keteraturannya. Damai pun kehilangan pamor dan perang menjadi sangat seksi, dinamis dan penuh janji sesuai dengan tuntutan perubahan zaman.
(LAYAR BERGELORA. MUSIK MENGERAM-NGERAM DENGAN SUARA BINATANG ANEH)
Di dalam perang, segalanya berubah dengan cepat dan gagah. Kehidupan berbeda seratus delapan puluh derajat. Hukum yang bagi banyak orang sering menjadi siksaan tidak lagi berdaya. Manusia diatur oleh dirinya sendiri. Yang ditakuti adalah kekuasaan dan senjata. Hidup kembali menjadi rimba-raya di mana siapa yang kuat dia yang menang. Perlombaan sukses di masa damai menjadi perlombaan kekejian. Damai pun jadi tolol dan menakutkan karena segala macam pembatasannya yang membuat manusia individu terikat pada hak-hak orang banyak yang selalu menentangnya.


Silahkan download selengkapnya jika naskah monolog ini menarik hatimu...